Beberapa hari terakhir, nama Gus Elham mendadak memenuhi linimasa media sosial. Sebuah video yang menampilkan dirinya mencium seorang anak saat mengisi sebuah pengajian beredar luas dan memicu beragam reaksi. Potongan video itu cepat sekali menyebar, menimbulkan kesan yang berbeda-beda tergantung siapa yang menonton. Tidak sedikit yang menyampaikan keberatan, bahkan kecaman, sementara sebagian lain menganggap kejadian itu harus dilihat dalam konteks penuh.
Setelah kehebohan semakin besar, pihak keluarga akhirnya memberikan penjelasan. Dalam keterangan yang disampaikan kepada media, keluarga menegaskan bahwa momen tersebut tidak dimaksudkan sebagai tindakan yang tidak pantas, melainkan bentuk kedekatan dan kasih sayang seorang guru kepada murid kecil yang sudah dikenalnya baik. Mereka menilai bahwa video tersebut dipotong sedemikian rupa hingga memunculkan interpretasi keliru.
Menurut keluarga, Gus Elham dikenal sebagai sosok yang dekat dengan anak-anak di lingkungan pesantren. Ia sering mengajak mereka bercanda, memberi perhatian, bahkan menemani belajar mengaji. “Yang diviralkan itu hanya beberapa detik dari rangkaian kegiatan yang jauh lebih panjang,” ujar salah satu anggota keluarga. Mereka berharap masyarakat bersikap lebih bijak dan tidak mudah terpancing oleh potongan video yang tidak utuh.
Di sisi lain, keluarga juga tidak menutup mata terhadap respon publik. Mereka memahami bahwa di era digital seperti sekarang, sensitivitas masyarakat terhadap isu yang melibatkan anak memang semakin tinggi—sesuatu yang menurut mereka justru positif. Karena itu, meski merasa gusar dengan cara video itu beredar, mereka tetap menerima kritik sebagai bahan introspeksi.
Sejumlah tokoh yang dekat dengan keluarga juga angkat bicara. Mereka meminta agar masyarakat tidak tergesa-gesa menghakimi sebelum mengetahui latar belakang sebenarnya. Menurut mereka, budaya di beberapa pesantren Jawa memang memiliki cara sendiri dalam menunjukkan kasih sayang dan kedekatan, meskipun mungkin tidak semua orang memahami atau terbiasa melihatnya.
Walau begitu, perdebatan tetap mengalir deras. Sebagian warganet menganggap tindakan itu tetap tidak tepat dilakukan di ruang publik, apa pun konteksnya. Sementara pendukung Gus Elham menilai bahwa polemik ini terlanjur dibesar-besarkan oleh framing media sosial.
Keluarga berharap isu ini segera mereda. Fokus mereka kini adalah menjaga nama baik pesantren dan memastikan kegiatan pengajian tetap berjalan normal. “Kami hanya ingin suasana kembali kondusif. Jangan sampai masalah ini mengganggu para santri yang sedang belajar,” kata mereka.
Kisruh ini menjadi contoh lain bagaimana potongan video dapat memicu kegaduhan dalam hitungan menit, di tengah budaya digital yang sering mengedepankan emosi ketimbang penjelasan lengkap. Bagi keluarga, klarifikasi ini bukan sekadar upaya membela diri, tetapi mengajak publik melihat persoalan dengan kepala lebih dingin dan hati lebih lapang.
Tinggalkan Balasan